MENCARI KEKHASAN BATIK JAWA TIMUR

| Kamis, 28 November 2013
MENCARI KEKHASAN BATIK JAWA TIMUR
batikSejarah batik di Jawa Timur merupakan bagian dari asal muasal kegiatan pembatikan yang diyakini bermula di abad XVII pada zaman Kerajaan Majapahit (ibukotanya di Trowulan, Jawa Timur). Selanjutnya batik berkembang terus pada masa kerajaan Mataram (di Jawa Tengah) dan Surakarta serta Yogyakarta.
Dalam rentang waktu cukup panjang, dunia batik di berbagai wilayah kabupaten di Jatim memiliki perkembangannya sendiri. Hal itu ditandai dengan bermunculannya industri skala mikro kecil maupun skala rumah tangga yang terus menghasilkan produk dengan motif dan pewarnaan khas daerah masing-masing.
Ketekunan para pembatik itu menjadikan usaha batik tulis tetap eksis hingga tenaga-tenaga trampil yang menggunakan alat produksi berupa canting dan bahan baku malam berangsur mencapai usia lanjut.Tetapi generasi berikutnya tidak rela jika potensi batik tulis di daerah masing-masing terancam punah. Itulah sebabnya, maka digali kembali jenis motif batik tulis khas daerah di Jatim bahkan dikembangkan pula motif baru, termasuk pengembangan aspek teknis pemrosesan serta upaya perluasan pasarnya.
Langkah-langkah pembaruan dalam industri batik tulis itu berdampak positif terhadap meningkatnya harga jual produk tersebut menjadi berkisar Rp100.000 – Rp1 juta per lembar bahkan hingga Rp1,5 juta per lembar sesuai bahan baku kainnya. Pasar domestik pun mampu menyerap batik dengan harga setinggi itu, tetapi para pembatik juga berpeluang memasarkan hasil produksinya ke mancanegara.
Sebagai contoh, Ernawati, pimpinan usaha Batik Erna Mojokerto telah melakukan menghidupkan dan mempopulerkan kembali motif-motif batik tulis khas Mojokerto seperti mrico bolong, rawan inggek, pring sedapur, koro renteng, sisik gringsing, matahari.Keenam motif itu merupakan bagian dari puluhan motif kekayaan batik khas Mojokerto, dimana Ernawati melanjutkan kegiatan pembatikan yang telah bertahun-tahun dilakukan orangtuanya.
“Kami juga telah mempatenkan keenam motif batik tulis khas Mojokerto itu melalui fasilitasi dari Pemkot Mojokerto,” ujar Ernawati yang membuka tempat usaha di kawasan Surodinawan, Kota Mojokerto.Ernawati kini telah eksis di dunia perbatikan dengan didukung sedikitnya 15 karyawan. Dia rajin mengikuti pameran sebagai upaya memperluas pasar, setelah berhasil menjangkau kota-kota di Jatim, Yogyakarta, Jakarta dan kota lain di luar Jawa.

Relief candi
Dalam mewujudkan atau memunculkan produk batik khas daerah tertentu di Jatim agaknya tidak selalu mudah, terutama daerah-daerah yang tidak memiliki tradisi membatik yang kuat dan keberlanjutannya telah terpotong. Kondisi tersebut mengakibatkan para pembatik generasi seperti kehilangan jejak atas karya yang telah dikembangkan generasi terdahulu.
Ambil misal dalam memunculkan batik khas Pasuruan, pembatiknya lantas mengangkat potensi lokal seperti keberadaan bunga sedap malam yang banyak dibudidayakan petani setempat.“Kami juga mencari referensi di situs kuno yakni relief candi peninggalan Raja Airlangga, untuk menggali motif untuk diangkat dalam produk batik tulis khas Pasuruan,” tutur Ifa, pimpinan usaha batik Dinar Agung, Pasuruan, belum lama ini.
Pimpinan Batik Sekar Jati, Ririn Asih Pindari, juga melakukan langkah serupa dalam menggali batik tulis khas Jombang.“Kegiatan membatik di Jombang telah dilakukan sejak zaman Belanda, kemudian mengalami kevakuman cukup lama dan kami mencari motif di peninggalan purbakala yakni Candi Arimbi yang terdapat relief berisi kekayaan budaya maupun alam,” ujarnya, belum lama ini.
Tak pelak, para pembatik di kabupaten/kota lainnya di Jatim juga terus menggali kekhassan masing-masing. Upaya itu juga dipicu oleh semakin meningkatnya minat pasar terhadap batik, terlebih-lebih batik telah diakui Unesco sebagai warisan budaya dunia, sehingga orang merasa bangga mengenakan batik.

0 komentar:

Posting Komentar

Next Prev
▲Top▲