batik surabaya

| Senin, 25 November 2013
Batik Surabaya Tidak seperti daerah lain yang bisa ditelusuri jejak sejarah perkembangan batiknya. Batik Surabaya agak susah karena memang dulunya  adalah daerah transit untuk perdagangan. Sekilas, batik Surabaya memang tidak berbeda dengan batik kebanyakan seperti batik Madura atau Batik Kenongo asal Sidoarjo.
Namun, jika diamati secara detail maka akan tampak perbedaannya. Desain batik khas Surabaya memiliki konsep warna yang kuat dan berani seperti gambaran orang Surabaya yang berani dan kuat. Batik surabaya memiliki ciri khas seperti, motif Kembang Semanggi, Ayam Jago dalam legenda Sawunggaling, perahu khas Surabaya, serta ikan Sura dan Buaya.
Batik-batik seperti itu terlihat pada batik karya Hj. Putu Sulistiani Prabowo pemilik konter Batik Surabaya. Berbagai produk batik yang dibuat semuanya merupakan motif-motif dengan latar belakang sejarah dan symbol Surabaya. Sebut saja, batik motif semanggi, dimana semanggi merupakan makanan khas Surabaya yang keberadaannya kini mulai punah. Menurut Putu, semanggi yang berwarna hijau cerah akan sangat cocok jika dipadukan dengan warna-warna cerah lain seperti merah, biru dan hijau.
Selain daun semanggi, motif kapal juga menjadi motif khas Surabaya. Seperti motif Ujung Galuh yang proses pembuatannya diambil dari cerita Ujung Galuh. Dimana saat itu, Raden Wijaya, pendiri kerajaan Majapahit bertempur dengan tentara Tar-Tar di sungai Kalimas yang bermuara di Ujung Galuh. Ujung Galuh sendiri merupakan cikal bakal kota Surabaya. Selain itu, ada juga motif Cheng Ho yang terinspirasi kapal yang digunakan Laksamana Chengho yang pernah mampir di sungai Kalimas Surabaya.
Tak kalah menariknya, adalah motif Sawunggaling. Motif ini berasal dari kisah Joko Berek yang suka adu ayam. Joko Berek sendiri adalah nama asli Sawunggaling. Putu memang tidak menggambarkan Sawunggaling atau Joko Berek di dalam motif batiknya, namun hanya mengambil ayam jagonya saja. Sebagai gambaran kota modern yang prural, warna-warna modern seperti ungu, Osaka atau warna-warna lain yang jarang ada di pasaran banyak menjadi primadona.
Selain batik tersebut, ada lagi satu batik khas kota Pahlawan yang cukup dikenal yakni batik Mangrove (bakau) atau yang lebih dikenal dengan batik “SeRU” (Seni batik Mangrove Rungkut). Munculnya batik ini berawal dari keprihatinan Lulut Sri Yuliani, salah satu warga di Wisma Kedung Asem Indah J 28 Surabaya atas rusaknya lingkungan yang ada di kawasan konservasi pantai Timur Surabaya. Dimana, banyak sekali tanaman Mangrove yang ditebang secara liar oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Selain merusak lingkungan, banyak satwa yang terancam dan bahkan sering terjadi abrasi dan erosi di sekitar pantai. Karena itulah, Lulut yang juga kordinator batik SeRU dan aktivis lingkungan melakukan upaya pencegahan dengan membuat batik mangrove. Ini merupakan kampanye yang paling efektif untuk mengajak masyarakat peduli lingkungan, terutama banyaknya mangrove yang rusak melalui seni membatik.
Batik mangrove yang sudah pernah dipamerkan antara lain motif aegieeras comiculatum, a. floridum, avieennia alba, bruguiera cylindrical, lummitzera racemaso, acanthus ilicifolius, xycarpus granatum dan sebagainya. Desain batik mangrove sendiri murni mengadopsi jenis-jenis mangrove yang hidup di rawa-rawa sekitar pantai Wonorejo. Warna yang dipilih adalah warna-warna cerah. Meski ada pengaruh dari batik Madura, namun batik mangrove punya kekhasan sulur-sulur mangrovenya dan selalu dalam bentuk batik tulis, bukan cetak.

0 komentar:

Posting Komentar

Next Prev
▲Top▲