Batik Surabaya Tidak seperti daerah lain yang bisa ditelusuri jejak sejarah perkembangan batiknya. Batik Surabaya agak susah karena memang dulunya adalah daerah transit
untuk perdagangan. Sekilas, batik Surabaya memang tidak berbeda dengan
batik kebanyakan seperti batik Madura atau Batik Kenongo asal Sidoarjo.
Namun, jika diamati secara detail maka akan tampak perbedaannya.
Desain batik khas Surabaya memiliki konsep warna yang kuat dan berani
seperti gambaran orang Surabaya yang berani dan kuat. Batik surabaya
memiliki ciri khas seperti, motif Kembang Semanggi, Ayam Jago dalam
legenda Sawunggaling, perahu khas Surabaya, serta ikan Sura dan Buaya.
Batik-batik seperti itu terlihat pada batik karya Hj. Putu Sulistiani
Prabowo pemilik konter Batik Surabaya. Berbagai produk batik yang
dibuat semuanya merupakan motif-motif dengan latar belakang sejarah dan symbol
Surabaya. Sebut saja, batik motif semanggi, dimana semanggi merupakan
makanan khas Surabaya yang keberadaannya kini mulai punah. Menurut Putu,
semanggi yang berwarna hijau cerah akan sangat cocok jika dipadukan
dengan warna-warna cerah lain seperti merah, biru dan hijau.
Selain daun semanggi, motif kapal juga menjadi motif khas Surabaya.
Seperti motif Ujung Galuh yang proses pembuatannya diambil dari cerita
Ujung Galuh. Dimana saat itu, Raden Wijaya, pendiri kerajaan Majapahit
bertempur dengan tentara Tar-Tar di sungai Kalimas yang bermuara di
Ujung Galuh. Ujung Galuh sendiri merupakan cikal bakal kota Surabaya.
Selain itu, ada juga motif Cheng Ho yang terinspirasi kapal yang digunakan Laksamana Chengho yang pernah mampir di sungai Kalimas Surabaya.
Tak kalah menariknya, adalah motif Sawunggaling. Motif ini berasal
dari kisah Joko Berek yang suka adu ayam. Joko Berek sendiri adalah nama
asli Sawunggaling. Putu memang tidak menggambarkan Sawunggaling atau
Joko Berek di dalam motif batiknya, namun hanya mengambil ayam jagonya
saja. Sebagai gambaran kota modern yang prural, warna-warna modern
seperti ungu, Osaka atau warna-warna lain yang jarang ada di pasaran banyak menjadi primadona.
Selain batik tersebut, ada lagi satu batik khas kota Pahlawan yang
cukup dikenal yakni batik Mangrove (bakau) atau yang lebih dikenal
dengan batik “SeRU” (Seni batik Mangrove Rungkut). Munculnya batik ini
berawal dari keprihatinan Lulut Sri Yuliani, salah satu warga di Wisma
Kedung Asem Indah J 28 Surabaya atas rusaknya lingkungan yang ada di
kawasan konservasi pantai Timur Surabaya. Dimana, banyak sekali tanaman
Mangrove yang ditebang secara liar oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab. Selain merusak lingkungan, banyak satwa yang terancam
dan bahkan sering terjadi abrasi dan erosi di sekitar pantai. Karena
itulah, Lulut yang juga kordinator batik SeRU dan aktivis lingkungan
melakukan upaya pencegahan dengan membuat batik mangrove. Ini merupakan
kampanye yang paling efektif untuk mengajak masyarakat peduli
lingkungan, terutama banyaknya mangrove yang rusak melalui seni
membatik.
Batik mangrove yang sudah pernah dipamerkan antara lain motif aegieeras comiculatum, a. floridum, avieennia alba, bruguiera cylindrical,
lummitzera racemaso, acanthus ilicifolius, xycarpus granatum dan
sebagainya. Desain batik mangrove sendiri murni mengadopsi jenis-jenis
mangrove yang hidup di rawa-rawa sekitar pantai Wonorejo. Warna yang
dipilih adalah warna-warna cerah. Meski ada pengaruh dari batik Madura,
namun batik mangrove punya kekhasan sulur-sulur mangrovenya dan selalu
dalam bentuk batik tulis, bukan cetak.
0 komentar:
Posting Komentar